-->

atas

    Sunday 2 September 2018

    Lymphocystis

    Nama lain
    Lymphocystis Disease Virus (LCDV) [8],  Lymphocystis virus disease type 1, lymphocystis virus disease type 2 [3], nodule disease [5], fish lymphocystis disease virus [6]

    Etiologi/ penyebab
    Iridovirus [1], virus DNA berukuran 0,13-0,26um [2] tidak beramplop [4]. Hanya ada dua jenis virus lymphocystis yang dikenali yakni lymphocystis disease virus 1 (LCDV - 1) yang menyerang flesus flounder  dan plaice; dan Lymphocystis disease virus 2 (LCDV - 2) yang menginfeksi dab. Isolat dari ikan lainnya belum dikarakterisasi. Virus ini mampu bertahan di air sekitar 1 minggu. Masa inkubasinya dapat mingguan hingga bulanan[7].

    Hospes
    ikan laut [1] dan payau, jarang pada ikan air tawar [2]. Ikan lele, salmon, dan cypinid tidak mengalami penyakit ini [3,7]. Ikan laut dan ikan air tawar herring (Clupeidae), smelt (Osmeridae), sea bass (Serranidae), flounder (Paralichthidae), snappers (Lutjanidae), perch (Percidae), drum (Sciaenidae), butterfly fishes (Chaetodontidae), cichlids (Cichlidae), gobies (Gobiidae) dan sole (Soleidae) [4]. Pada ikan kerapu, penyakit ini dilaporkan menyerang pada E. bruneus, E. malabaricus dan E. chlorostigma di Cina dan E. fuscoguttatus di Malaysia [6]


    Stadium rentan
    tokolan, juvenil, dewasa

    Epizootiologi:
    Penyakit ini tersebar luas di Eropa, Amerika Utara dan Tengah, Australia, Afrika, Hawai, Pasifik Selatan, dan Asia. Penularan terjadi secara horizontal dan melalui air, kulit yang mengalami abrasi, dan kohabitasi.  Permukaan eksternal termasuk insang menjadi portal masuknya ke epidermis. Rute melalui oral dan penularan secara vertikal tidak terjadi [4,6]. Mortalitas yang disebabkan oleh penyakit lymphocystis ini sangat rendah [1]. Bahkan pada ikan yang telah berumur ikan ini jarang menimbulkan fatal [6]. Tingkat infeksinya rendah (0,5-10%) hingga sedang (50%) [2]. Meskipun mortalitas yang ditimbulkan tidaklah besar, namun infeksi menimbulkan kerugian dengan adanya kecacatan pada ikan sehingga mempengaruhi harga jual terutama untuk ikan hias [8]

    Faktor pendukung
    Stres dapat menurunkan sistem imun, meningkatkan resiko infeksi, dan menimbulkan bekas luka pada ikan [2]. Infeksi virus ini juga dapat ditemukan pada kondisi setelah badai, treatmen dengan kupri sulfat. Beberapa jenis ikan seperti Butterflyfish ( Chaetodon sp. , Forcipiger sp., Heniochus sp. etc.), Emperorfi sh ( Pomacanthus sp., Holacanthus sp., Centropyge sp. ), Gamma lore, dll kerap terserang [5] 

    Gejala Klinis
    Virus ini menyerang jaringan kulit dan sirip [5]. Dapat juga ditemukan pada rongga pipi dan insang, namun sangat jarang terdapat pada permukaan serosa organ dalam [7]. Penyakit ini menimbulkan tumor benigna dengan kondisi enlargement of dermal fibroblast  (membengkaknya fibroblast kulit), berukuran 1mm dan seringkali bercluster membentuk nodul hingga 1cm, berwarna krem, putih atau pink. Secara kasat mata tampak sekumpulan sel dengan bentuk seperti raspberry [1]. Gambaran ini dapat terlihat pada seluruh permukaan tubuh. Sangat jarang lesi ada pada tubuh [3]. Jika lesi ini terdapat pada mulut akan menyebabkan gangguan memasukkan makanan dan ikan tidak mau makan [5]. Vascularitas terkadang membentuk kelompok besar sel berwarna kemerahan. Massa ini memiliki ukuran dan lokasi bervariasi.  Mortalitas dapat terjdi akibat insang yang rusak, kemampuan berenang dan makan yang terganggu oleh lesi [4]

    Ikan Bluegill dengan lymphocystis (picture from https://www.askjpc.org)


    Perubahan patologi
    Sel-sel fibroblast akan membengkak hingga 100000 kali dibandingkan ukuran normal. Sel yang mengalami hipertrofi ini tebalnya mencapai 1mm. Penyakit ini terkadang dapat mempengaruhi jaringan syaraf kornea, iris, choroidal, retrobulbar, dan syaraf opticus [1]. Kerusakan jaringan dimulai dari epidermis lalu masuk ke fibroblast [2]. Fibroblast inilah yang mengalami hipertorofi sehingga muncul gambaran lymphocystis giant cell [6]. Pada jaringan yang terinfeksi juga dapat ditemukan badan inklusi intrasitoplasmik basofilik bersamaan dengan fibroblast yang hipertrofi [7]. Pada sel yang hipertrofi atau yang disebut sel lymphocystis, tersusun dari kapsul hyaline tebal, nucleus yang membesar, dan inklusi sitoplasmik basofilik yang mencolok [8]. Infeksi virus pada insang berpotensi terjadinya infeksi sistemik dimana virus menyebar ke limpa, jaringan belakang mata, mata, dan organ dalam lainnya [9].

    Diagnosa banding
    Micosis dan Carp Pox. Pada lymphocystis inklusi berbentuk granuler sehingga membedakan dengan carp pox. Dan massa seperti lilin sehingga berbeda dengan mycosis [4]. Sel yang mengalami hipertrofi juga dapat ditemukan pada kasus epitheliocystis, namun kasus ini banyak terjadi pada insang. Stadium ringan dari infeksi lymphocystis terkadag menyerupai dengan ich, namun dapat dengan  mudah dibedakan dengan pemeriksaan wet mount. Lymphocystis juga dapat dibingungkan dengan idiophatic epidermal hyperplasia, namun hal ini jarang dibahas.  Lesi walleye dermal sarcoma juga dapat dibedakan dengan lymphocystis dengan histopatologi [7]

    Metode Diagnosa
    Mikroskop cahaya dapat digunakan untuk menemukan sel yang mengalami hipertrofi dengan wet mount atau biopsy jaringan. Histologi dibutuhkan untuk mengonfirmasi penyakit ini [1]

    Pencegahan dan Pengendalian
    Penyakit ini kurang berbahaya, bersifat self limiting. Ikan yang berpenyakit dapat sembuh jika faktor stress dikurangi dan kondisi lingkungan diperbaiki. Pada salah satu kasus pada ikan California sheepshead, ikan mampu sembuh setelah 6 minggu tanpa penanganan khusus [1]. Hal yang perlu diwaspadai adalah infeksi dari kondisi tersebut. Lesi yang mengganggu proses makan harus dilakukan operasi. Pencegahan dapat dilakukan dengan mencegah faktor pemicu dan mengkarantina ikan baru [3]. Tindakan pengendalian dilakukan dengan menghindari penebaran benih ikan yang terinfeksi secara klinis. Pendeteksi secara dini melalui monitoring dan sterilisasi, mengurangi kepadatan dan mengatasi trauma pada kulit akan membantu mengatasi penyakit ini [4]

    Pada ikan hias, nodul dapat dikerok dengan kuku atau pisau kecil. Luka yang terjadi diterapi menggunakan mercury-chromium (4%) atau dengan disinfektan lainnya. Pada kasus berat, disarankan untuk memoong sirip atau bagian lain yang terinfeksi lalu mendisinfeksinya. Ikan juga dapat ditempatkan pada akuarium khusus untuk diberikan antibiotic atau pengobatan lainnya[5].


    Referensi

    1. Wildgoose, W.H (Ed). 2001. BSAVA Manual of Ornamental Fish. British Small Animal Veterinary Association
    2. Kurniawan, A. 2012. Penyakit Akuatik. UBB Press
    3. Mayer, J. dan GDonnelly, T.M (Ed). 2013. Cinical Veterinary Advisor Birds and Exotic Pets. Elsevier
    4. Reantaso M G., B.,  Mcgladdery S E, Subangsinghe. 2001. Asian Diagnostic Guide to Aquatic Animal Diseases. FAO Fisheries Technical Paper, No. 402, supplement 2. Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), Rome, Italy, 240 pp.
    5. Bassleer, G. 2004. Disease. in Marine Aquarium Fish: causes - development- symptoms- treatment  3rd Edition. Bassleer Biofish: Belgium
    6. Nagasawa, K. and E. R. Cruz-Lacierda (eds.) 2004: Diseases of cultured groupers. Southeast Asian Fisheries Development Center, Aquaculture Department, Iloilo, Philippines. 81 p.
    7. Noga, E J. 2010. Fish disease : diagnosis and treatment / Second Edition. Blackwell Publishing
    8. Hossain, M. dan Oh, M.J. 2011. Histopathology of Marine and Freshwater Fish Lymphocystis Disease Virus (LCDV). Sains Malaysiana 40(10)(2011): 1049–1052
    9. Lawler, A. Lymphocystis Disease of Fish. http://www.aquarticles.com






    100x giant cell wet mount








    No comments:

    Post a Comment