Hospes : udang penaeid [5] P. duorarum, P. californiensis [6], Rock
Lobster Panilurus ornatus dan
udang mantis O.oatoria [8]. L. vannamei lebih tahan dibandingkan
spesies lain seperti P. stylirostris
dan P. japonicus [4]
Stadium rentan : juvenil – dewasa [2] Utamanya terjadi pada dewasa hingga indukan.
Infeksi pada juvenile hingga subadult
sangat jarang . Fusarium tidak
menginfeksi stadium larva [4].
Etiologi/ penyebab: jamur Fusarium spp[1] Fusarium
solani, F. moniliforme, Ascomycetes [5] F.
tobacinum [7] F. oxsporum, F. incarnatum[9] . Beberapa spesies
jamur lainnya dapat terlibat pada infeksi ini [6]
Epizootiologi
Fusarium sp dilaporkan
oleh Egusa dan Ueda (1942) menyebabkan penyakit Black Gill Disease pada Penaeus
japonicus [6]. Khoa dan Hatai (2006)
melaporkan penyakit insang hitam pada P.
japonicus yang disebabkan oleh Fusarium
oxysporum. Di Vietnam, Khoa et al (2004) menemukan infeksi Fusarium incarnatum penyebab insang
hitam pada udang windu. Udang terinfeksi menunjukkan gejala insang hitam dan
kematian sekitar satu bulan jelang panen. Jamur ini juga pathogen pada udang
kuruma melalui percobaan infeksi [9]. Spora Fusarium
solani dapat ditemukan di semua perairan pantai, terutama pasir yang
mengandung banyak bahan organic [12]. Laporan kasus epizootic yang cukup parah
pada udang California berukuran 10cm terjadi di Puerto Penasco, Mexico dengan
tingkat kejadian 100% dan kematian 90%. Jamur ini menyerang insang, segmen
basal kaki jalan, dan dinding tubuh [6]. Jamur ini dapat masuk ke dalam tubuh
udang melalui kutikula yang robek ataupun mengalami erosi [4]. Infeksi buatan
menunjukkan bahwa infeksi jamur dapat diperoleh melalui injeksi intramuscular
dan kematian terjadi dalam 7 hari. Jamur akan menyerang jaringan yang rusak
atau mati dari luka akibat kepadatan dan kerusakan insang akibat treatmen bahan
kimia [10]. Penyakit ini mudah menular dari induk udang yang terinfeksi kepada
larva melalui telur. Indukan yang terinfeksi akan menjadi sumber infeksi bagi
induk udang lainnya [12].
Faktor pendukung
Prevalensi akan tinggi
pada tambak dengan persiapan tambak kurang baik. Secara umum faktor yang memicu
fusariosis pada udang vaname adalah ukuran dan umur udang, lesi kutikula, dan
sanitasi yang tidak sesuai [4]. Faktor
stress dan kepadatan yang tinggi juga dapat menjadi factor pemicu masuknya
infeksi Fusarium [5].
Gejala Klinis
Udang menunjukkan gejala
insang berwarna hitam atau coklat. Luka pada tubuh menjadi tempat pertumbuhan
jamur [1]. Organ lain seperti kaki renang dan kaki jalan mengalami kerusakan
dan terputus [2]. Insang pada infeksi
awal menunjukkan perubahan warna insang. Insang berwarna putih opak jingga
kuning atau coklat yang kemudian berubah menjadi hitam [8]. Pada udang yang
diinfeksi buatan dengan F.oxysporum
menunjukkan gejala insang hitam dan gejala lain yang serupa dengan udang yang
diinfeksi alami [9] Lesi yang berwarna hitam dapat disebabkan oleh respon
hemosit pada kaki, dinding tubuh, dan insang pada udang California [10]
Perubahan patologi
F. solani menyebabkan bagian kepala,
ekor, insang, dan otot berwarna hitam atau mengalami melanisasi. Secara
patologi terdapat akumulasi hemosit, hyperplasia, dan nodul granulomatous pada
insang [7]. Pada fase lanjutan, infiltrasi hemosit menurun, mycelia menyebar,
dan terjadi infeksi sekunder [11]. Pada jaringan yang rusak oleh infeksi jamur
ini, hifa jamur yakni konidia dan sporangium terlihat di dalam filamen insang.
Insang merupakan orang yang penting untuk pernafasan udang. Infeksi jamur pada
insang akan menghalangi pernafasan, meningkatkan kematian kronis, dan membuka
jalan bagi masuknya penyakit lain [8]
Metode Diagnosa dan
pengiriman sampel
Diagnosa dilakukan
dengan scraping daerah luka yang diamati dengan mikroskop. Hasil positif
diperoleh jika terdapat makrokonidia berbentuk bulan sabit [1] atau canoe shape [5]. Isolasi pada agar semisolid dapat
dilakukan untuk identifikasi penyebab [2]. Isolasi pada agar Sabouraud akan
terdapat pembentukan makro dan mikrokonidida serta produksi pigmen coklat yang
difus [6].
Pencegahan dan
Pengendalian
Penanganan dan
pengendalian cukup sulit karena berasal dari tanah atau saprobiont air [11].Pengendalian
dapat dicoba dilakukan dengan perbaikan kualitas air, penyiponan lumpur, dan
merangsang udang untuk moulting [1]. Di
lapangan, belum ada fungisida yang efektif menangani penyakit ini [5]. Namun
pada tahun 1974, studi Hatai et al menyatakan bahwa Nystatin dan Azalomycin F
efektif untuk melawan infeksi jamur ini [6].
Disarankan melakukan pemusnahan sumber spora dan udang terinfeksi [6,12]
Referensi
[1]. Arifin, Z.,
Handayani, R., Sri Murti Astuti, Noor Fahris. 2010. Waspadai Penyakit pada Budidaya Ikan dan Udang
Air Payau. Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau: Jepara.
[2].Maskur, Mukti Sri
Hastuti, Taukhid, Angela Mariana Lusiastuti, M. Nurzain, Dewi Retno Murdati,
Andi Rahman, Trinita Debataraja Simamora. 2012. Buku Saku Pengendalian Penyakit
Ikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya.
[3] Johnson, S.K. 1995. Handbook of Shrimp Diseases.
Department of Wildlife and Fisheries Science, Texas A&M University.
4 Brock, J.A. dan
Main, K.L. 1994. A Guide to The Common
Problems and Diseases of Cultured Penaeus vannamei. The Oceanic Institute:
Honolulu
5. Lio-Po. G.D. dan Inui, Y. 2014. Health Management in Aquaculture
Second Edition. Southeast Asian Fisheries Development Center, Aquaculture
Department.
6. Sindermann, C (Ed).
1974. Diagnosis and Control of
MAriculture Disease in United States. Middle Atlantic Coastal Fisheries
Center, National Marine Fisheries Services.
8. Dewangan, N.K., Gopalakrishnan, A., Kannan, D., Shettu, D.,
Singh., R.R. 2015. Black gill disease of
Pacific white leg shrimp (Litopenaeus vannamei) by Aspergillus flavus.
Journal of Coastal Life Medicine 2015; 3(10): 761-765
9. Hatai, K. 2012. Chapter 2 Diseases of Fish and Shellfish Caused
by Marine Fungi. Progress in Molecular and Subcellular Biology 53, DOI
10.1007/978-3-642-23342-5_2, # Springer-Verlag Berlin Heidelberg
10 Provenzano, A.J. 2012. Biology
of Crustacea: Pathobiology. Elsevier.
11. Woo, P.T.K., Leatherland., J.F., Bruno, D.W. 2011. Fish Disease and Disorder, Volume 3. CABI
12. Murtidjo, B.A. 2003. Benih
Udang WIndu Skala Kecil. Penerbit Kanisius: Yogyakarta
Gb. Morfologi F. solani secara mikroskopis
(Raghukumar, 2012)
Aerial
conidiophore panjang dan tidak bercabang, monophialidic, menghasilkan 0-1
septat conidia
Satu sel konidia
oval/ ellipsoid dan dua sel konidia subsilindris atau melengkung
Aerial
conidiophore tidak bercabang terbagi menjadi 3-4 septat konidia dan melengkung
dengan ujung sel pendek dan tumpul
Aerial
conodiophore bercabang ke samping dengan 1-4 septat konidia
Sporodochial
conidiophore bercabang ke atas dank e samping, membentuk monophialides serta
3-4 septat konidia
Sporodochial
conidiophore membentuk conidiophore vertical-lateral pada fase awal sporulasi
Chlamydospore
terminal dari conidiophore, berdinding lembut, globose
Chlamydospore
intercalatus dalam hifa, berdinding lembut, globose, sepasang
No comments:
Post a Comment