-->

atas

    Thursday 21 May 2020

    Decapod iridescent virus 1 (DIV1) (updated)

    Nama lain:  white head, white spot, Cherax quadricarinatus iridovirus (CQIV), shrimp haemocyte iridescent virus (SHIV)

    Etiologi/ penyebab:
    Decapod iridescent virus 1 (DIV1) [1]. Virus ini termasuk dalam genus Decapodiridovirus, famili iridoviridae [2,4]. Virus ini termasuk ds DNA dengan diameter 150nm [4].  Terdapat literatur menyamakan penyakit ini dengan shrimp haemocyte iridescent virus (SHIV), white head disease (WHD), Decapod iridescent virus 1 (DIV1) [4]. Dan, the International Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV) telah mengesahkan bahwa SHIV dan CQIV termasuk dalam dua isolat decapodiridovirus baru atau DIV1. Dengan kata lain, virus ini merupakan virus yang ditemukan berdiri sendiri sebagai Cherax quadricarinatus iridovirus (CQIV) dan shrimp haemocyte iridescent virus (SHIV) pada Cherax quadricarinatus dan P. vannamei [1]. Namun demikian, SHIV dan CQIV yang diidentifikasi dari C. Quadricarinatus air tawar merupakan strain yang berbeda dari virus yang sama [8].

    Hospes
    Virus ini terdeteksi pada P. vannamei, P. chinensis, P. japonicus, Cherax quadricarinatus, Procambarus clarkii, Macrobrachium nipponense, dan M. rosenbergii. Namun demikian M. rosenbergii. M. nipponense dan Pr. clarkii lebih rentan dibandingkan spesies lainnya meskipun belum ada studi mengenai perbedaan virulensi antar spesies ini. Virus ini terbukti merupakan patogen alamiah pada M. nipponense dan Pr. clarkii [1]. Kepiting jenis Eriocheir sinensis dan Pachygrapsus crassipes sebelumnya telah diujicobakan diinfeksi dengan virus ini, namun keduanya sepertinya tidak rentan terhadap DIV1 [5]. 

    Spesies dan stadium rentan
    Pada uji coba intramuskuler dengan virus ini, udang vaname sedikit lebih rentan dibandingkan C. quadricarinatus dan Pr. clarkii [3]. Sedangkan M. rosenbergii dan M. nipponense tidak memiliki toleransi terhadap virus ini. Mortalitas cepat virus ini terjadi pada udang post larva akhir, juvenil dan subadult [8].

    Epizootiologi:
    Virus ini terdeteksi pada berbagai spesies udang pertama kali di China, sejak tahun 2014. Pada surveilans tahun 2017, virus ini terdeteksi pada 6 provinsi dari 13 provinsi yang diisurvei [2]. Penyakit ini dapat dengan mudah menyebar antar kolam dan spesies akibat rendahnya biosekuriti pada budidaya [1]. Penularan juga dimungkinkan melalui paakan hidup dimana polychaeta pernah terdeteksi positif DIV1 [5].
     Angka mortalitas dari virus ini mencapai 80% bahkan 100% [1,8]. Pada udang vaname, kematian dalam jumlah besar terjadi dalam 2 minggu [3].

    Faktor pendukung
    -

    Gejala Klinis

    Qiu et al (2019) pada studinya memperlihatkan adanya gejala kepala putih dan insang menguning akibat adanya virus ini. Udang yang sekarat akan kehilangan kemampuan berenangnya, tenggelam di dasar dan jarang terlihat pada aliran air. Hepatopankreas udang memucat dengan bidang irisan kuning disertai usus dan lambung yang kosong. Namun, gejala ini tidaklah spesifik, beberapa penyakit lain juga dapat menimbulkan gejala serupa. Pada beberapa udang lainnya teramati otot yang putih dan antena yang terpotong [1]. Terdapat gejala infeksi DIV1 yang cukup spesifik pada udang galah dimana ada area segitiga di bawah karapas dasar rostrum [4]. Sedangkan pada tubuh, terjadi perubahan warna menjadi kemerahan pada sepertiga populasi udang yang terinfeksi [8]. 

    Gb. Gambaran berwarna putih di bawah rostrum (Qiu et al., 2019)

    Perubahan patologi
    Secara histopatologi, infeksi dari virus DIV1 dapat diamati dengan adanya badan inklusi eosinofilik gelap dan piknosis pada jaringan hematopoietik, hepatopankreas, dan insang dari M. rosenbergii dan M. nipponense. Sedangkan pada Pr. clarkii dan cladocera perubahan histopatologi menciri tidak ditemukan [1]. Adanya badan inklusi pada kasus ini dapat dijadikan sebagai lesi patognomonik pada DIV1 [6]. Gambaran lain yang dapat teramati adalah adanuya infiltrasi hemosit teramati pada insang, periopod dan sinus hepatopankreas  [4].

    Metode Diagnosa
    Pada udang penaeid, tidak ada gejala klinis yang dapat dijadikan patokan diagnosa infeksi DIV1. Namun demikian, penyakit ini bersifat fatal pada genus Macrobrachium [5]. Penyakit ini dapat didiagnosa secara histopatologi, LAMP, mikroskop elektron dan real time PCR [1]. Diagnosa definitif dapat dilakukan dengan PCR [5]. Histopatologi organ hepatopankreas dan organ limfoid cukup membantu dalam mendiagnosa penyakit ini. Melalui in Situ Hibridisasi (ISH) dapat diketahui bahwa virus ini tidak hanya terdapat pada hepatopankreas dan organ limfoid namun juga pada insang, jaringan ikat interstitial hepatopankreas, midgut caeca anterior,  ventral bundel syaraf, antennal gland, otot jantung, otot skelet, dan di bawah epitel subkutikula. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa virus ini menyerang organ yang berasal dari ektodermal dan mesodermal [6].

    Diagnosa banding
    -

    Pencegahan dan Pengendalian
    Dalam menghadapi penyakit ini, kegiatan surveilans, karantina induk/PL, dan sertifikat kesehatan memegang peranan penting. Kapasitas pengujian laboratorium juga harus ditingkatkan [5]. Salah satu upaya pencegahan dari penularan virus ini adalah dengan menghindari budidaya secara polikultur antara udang galah, vaname dan windu [1]. Penggunaan induk ataupun udang yang berasal dari alam, tidak disarankan untuk dipelihara bercampur bersama udang lainnya [7]. Polikultur udang dengan sejumlah ikan malah direkomendasikan [5].

    Referensi

    1. Qiu, L., X. Chen, R.H. Zhao, C. Li, W. Gao, Q.L. Zhang, J. Huang. 2019. Description of a Natural Infection with Decapod Iridescent Virus 1 in Farmed Giant Freshwater Prawn, Macrobrachium rosenbergii. Viruses 11(354): 1-14pp

    2. Qiu, L.; Dong, X.; Wan, X.Y.; Huang, J. Analysis of iridescent viral disease of shrimp (SHID) in 2017. In Analysis of Important Diseases of Aquatic Animals in China in 2017; Fishery and Fishery Administration Bureau under the Ministry of Agriculture and Rural Affairs, National Fishery Technical Extension Center, Eds.; China Agriculture Press: Beijing, China, 2018; pp. 187–204, ISBN 978-7-109-24522-8

    3. Xu, L.; Wang, T.; Li, F.; Yang, F. Isolation and preliminary characterization of a new pathogenic iridovirus from redclaw crayfish Cherax quadricarinatus. Dis. Aquat. Organ. 2016, 120, 17–26

    4. Qiu, L. dan Huang, J. 2020. Infection With Decapod Iridescent Virus 1. NACA Disease Card

    5. Network of Aquaculture Centers in Asia-Pacific. 2020. Decapod Iridescent Virus 1 (DIV1): an emerging threat to the shrimp industry. NAC Disease Advisory

    6. Sanguanrut, P., Thaiue, D., Thawonsuwan, J., Flegel, T. W., Sritunyalucksana, K. (2020). Urgent announcement on usefulness of the lymphoid organ (LO) as an additional prime target for diagnosis of decapod iridescent virus 1 (DIV1) in diseased P. vannamei. NACA Newsletter, ISSN
    0115-8503, 2020, XXXV: 2.

    7. Srisala, J., Sanguanrut, Thaiue, P. D., Laiphrom, S., Siriwattano, J., Khudet, J., Powtongsook, S., Flegel, T. W., Sritunyalucksana, K. (2020). Urgent warning: Positive PCR detection results for infectious myonecrosis virus (IMNV) and decapod iridescent virus 1 (DIV1) in captured Penaeus monodon from the Indian Ocean. NACA Newsletter, ISSN 0115-8503, 2020, XXXV: 2

    8. Department of Agriculture 2019, Aquatic Animal Diseases Significant to Australia: Identification Field Guide, 5th Edition, Australian Government Department of Agriculture, Canberra. CC BY 4.0.

    No comments:

    Post a Comment