-->

atas

    Tuesday 21 February 2017

    Ice-Ice pada Rumput Laut

     
    Nama lain: -
     
    Etiologi/ penyebab:
    Bakteri diduga sebagai penyebab dari penyakit ice-ice. Pseudomonas nigricaciens P. fluorescens, Vibrio granii, Bacillus cereus V. agarliquefaciens Vibrio agarliquefaciens menunjukkan patogenesitas yang cukup tinggi [4]. Pada studi yang dilakukan oleh Achmad et al (2016), pada Kappahycus alvarezii terdapat beberapa jenis bakteri yang terlibat untuk menyebabkan penyakit ice ice antara lain Shewanella haliotis,Vibrio alginolyticus, Stenotrophomonas maltophilia, Arthrobacter nicotiannae, Pseudomonas aeruginosa, Orthobacterum anthropic, Catenococcus thiocycli, dan Bacillus subtilis. S. maltophilia dilaporkan mampu menimbulkan gejala ice-ice dalam 5 jam pasca infeksi diikuti O. anthropic, P.aeruginosa [3]. Sumber lain menyebutkan bahwa Flavobacterium meningosepticum, V. alginoliticus, Pseudomonas cepacia, P. diminuta dan Plesiomonas shigelloidesy terdeteksi pada penyakit ice-ice pada K. alvarezii [4]. Pada kasus Euchema,  dua bakteri patogen Vibrio-Aeromonas dan Cytophaga-Flavobacterium  menunjukkan interaksi bakteri pada rumput laut. Cytophaga sp 25 menunjukkan aktifitas non motil, dan Vibrio sp P11 merupakan bakteri yang aktif berenang. Vibrio yang motil ini menyebabkan lebih mudah menyerang permukaan rumput laut [5]
     
    Hospes
    Rumput laut jenis Euchema dan Kappaphycus
     
    Epizootiologi:
    Pertama kali penyakit ice-ice ditemukan menginfeksi Euchema di Filipina pada tahun 1974. Penyakit ini merupakan penyakit dengan tingkat infeksi cukup tinggi di negara Asia penghasil Euchema [1]. Penyakit ini menyebar di area budidaya dalam satu minggu dan menyebabkan kerusakan 60-80% dalam 1-2 bulan. Kandungan karagenan pada rumput laut yang terinfeksi akan menurun. Hal tersebut otomatis akan menimbulkan kerugian bagi pembudidaya [4]. Penyakit ini bersifat musiman dan menular. Penularan terjadi secara vertikal dari bibit atau horizontal melalui air [1].
     
    Faktor pendukung
    Penyakit ini banyak menyerang rumput laut di musim hujan (Oktober-April). Dikatakan juga bahwa munculnya penyakit ice-ice merupakan efek dari bertambah tuanya rumput laut  dan kurangnya nutrisi. Stres oleh perubahan lingkungan seperti perubahan salinitas, suhu air, dan intensitas cahaya merupakan faktor utama pemicu penyakit ice-ice [1]. Faktor lingkungan yang berada di bawah normal (mengalami penurunan) dapat memicu serangan bakteri. [5].  
     
    Serangan ikan baronang, penyu hijau, bulu babi, dan bintang laut dapat menyebabkan luka pada thallus. Luka ini akan memicu infeksi sekunder bakteri. Infeksi akan diperparah dengan serangan epifit yang menghalangi penetrasi sinar matahari sehingg thallus tidak dapat melakukan fotosintesis[1].
     
    Gejala Klinis
    Rumput laut yang terinfeksi ice-ice ditandai dengan timbulnya bintik/ bercak pada sebagian thallus yang lama kelamaan menjadi kuning pucat dan berakhir menjadi putih lalu hancur atau rontok. Pertumbuhan melambat, perubahan warna menjadi pucat lalu busuk merupakan gejala klinis lainnya. Infeksi ice-ice menyerang bagian pangkal, batang, dan ujung thallus muda yang menyebabkan jaringan berwarna putih [1].
     
     
    (sumber; Arisandi et al.,  2013)
     
     
    Patogenesis
    Ketika stres, rumput laut menghasilkan substansi organik yang menyebabkan thallus berlendir dan diduga merangsang pertumbuhan bakteri. Bakteri yang dapat terisolasi dari rumput laut dengan gejala ice-ice antara lain Pseudomonas.sp, Pseudoalteromonas gracilis, dan Vibrio.sp. Agarase (arginase) yang berasal dari bakteri merupakan faktor virulensi pada penyakit ice-ice [1]. Largo (2002) menyatakan teorinya bahwa vibrio sp P11 menghasilkan enzim hidrolitik yang melawan karagenan-komonen yang membentuk bagian terbesar sel matriks interstitial. Kemampuan menghancurkan karagenan ini membuat bakteri mampu mempenetrasi bagian daam thallus rumput laut. Dengan demikian, ada aktifitas pelisisan, sel epidermal mulai ‘dimakan’, menghancurkan pigmen yang berkaitan dengan plastid, dan menunjukkan pemutihan (bleaching) dari bagian yang terinfeksi. Hal ini memicu hidrolisis thallus secara bertahap dari bagian korteks hingga medulla dan mengakibatkan nekrosis (kematian jaringan) [5].
     
    Pencegahan dan Pengendalian
    Pencegahan penyakit ice-ice dapat dilakukan dengan penerapan SOP yang meliputi pemilihan lokasi budidaya, pemilihan bibit berkualitas, dan penerapan teknologi budidaya rumput laut. Beberapa persyaratan lokasi budidaya rumput laut antara lain:
    • Suhu 20-28 oC, kecepatan arus 20-40 cm/detik.
    • Dasar perairan berupa karang dan substrat berpasir
    • Kedalaman air minimal 2 meter saat air surut terendah dan maksimum 15 meter.
    • Salinitas berkisar 28 - 35 ppt dengan nilai optimum adalah 33 ppt.
    • Kecerahan tinggi, sehingga sinar matahari dapat mencapai rumput laut
    • Lokasi bebas dari cemaran terutama minyak dan sampah organik.
     
    Metode budidaya juga harus tepat. Metode rakit, long line, dan pancang sebaiknya dilakukan bukan pada musim gelombang. Metode kantong dapat diterapkan sepanjang tahun. Pembersihan kotoran pada thallus dan biofouling dilakukan secara rutin dengan menggoyangkan di dalam air sampai kotoran lepas [1]. Tehnik lain yang dapat diterapkan adalah dengan membudidayakan rumput laut jenis E. cottonii yang resiten terhadap penyakit ice-ice disertai dengan pengendalian melalui polikultur. Meskipun polikultur cukup berhasil namun metode ini mengakibatkan pertumbuhan rumput laut lambat akibat persaingan nutrisi. Bentuk kontrol ice-ice lainnya adalah melalui kontrol biologis dengan porifera Callyspongia yang menghasilkan produk metabolit kaya antimitotic, sitotoksik, antibacterial, dan antifungal.  [2].
     
    Beberapa kondisi lingkungan yang dapat membuat bakteri memicu penyakit ice-ice dan penanganannya menurut Largo (2002) antara lain:
     
    1. Jika ada gerakan air yang lambat di dasar area budidaya. Beberapa patogen, terutama bakteri yang sangat motil akan mudah menyerang permukaan rumput laut. Arus air yang kuat, selain meningkatkan pertukaran nutrisi juga mencegah patogen datang dari air sekitarnya dan berkembang di permukaan rumput laut
    2. Jika dasar area budidaya dekat sumber air tawar. Akan menurunkan salinitas air laut di bawah normal dan memicu stress rumput laut. Tempat tersebut tidak cocok untuk budidaya Euchema sebab, remput laut tersebut membutuhkan salinitas normal antara 33-34ppt.
    3.  Jika suhu air tinggi, terutama bila intensitas cahaya tinggi. Dapat diperbaiki dengan memindah tanaman ke lokasi yang agak dalam, namun tidak terlalu dalam untuk menjaga pertumbuhan. Suhu untuk Euchema  adalah 25-31oC.
      
    Referensi
    1. Santoso1,L.  dan Nugraha, Y.T. 2008. Pengendalian penyakit Ice-ice untuk Meningkatkan Produksi Rumput Laut Indonesia. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 3 No. 2, 2008 : 37 – 43
    2. Tokan, M.S, Gufran Darma Dirawan, Mbing Maria Imakulata. 2014. The Analysis of The Antibacterial Potency of The Callyspongia Extract and Utilization Possibility as Bioprotector of Biological Control of The Ice-ice Disease on Seaweed. International Journal of Development Research Vol. 4, Issue, 11, pp. 2398-2403, November, 2014
    3. Achmad, M., Alimuddin, Utut Widyastuti, Sukenda, Emma Suryanti, Enang Harris. 2016. Molecular Identification of New Bacterial Causative 1 Agent of Ice-Ice Disease on Seaweed Kappaphycus alvarezii. PeerJ Preprints | https://doi.org/10.7287/peerj.preprints.2016v1 | CC-BY 4.0 Open Access
    4. Handayani, T., Alimuddin, Utut Widyastuti, Emma Suryati, Andi Parenrengi. 2011. Binary Vector Construction Agrobacterium tumafaciens and Mediate Transformation of Lysozyme Gene in Seaweed Kappaphycus alvarezii. BIOTROPIA Vol. 21 No. 2, 2014: 80 – 90
    5. Largo, D.B. 2002. Recent Developments in Seaweed Diseases. SEAFDEC/AQD Institutional Repository (SAIR) - the official digital repository of scholarly and research information of the department
     
     
     
     
     
     

     

     

    No comments:

    Post a Comment