Nama
lain: -
Etiologi/
penyebab:
bakteri
diduga sebagai penyebab dari penyakit ice-ice. Pseudomonas nigricaciens P.
fluorescens, Vibrio granii, Bacillus cereus V. agarliquefaciens Vibrio agarliquefaciens
menunjukkan patogenesitas yang cukup tinggi [4]. Pada studi yang dilakukan oleh
Achmad et al (2016), pada Kappahycus alvarezii terdapat beberapa
jenis bakteri yang terlibat untuk menyebabkan penyakit ice ice antara lain Shewanella
haliotis,Vibrio alginolyticus, Stenotrophomonas maltophilia, Arthrobacter
nicotiannae, Pseudomonas aeruginosa, Orthobacterum anthropic, Catenococcus
thiocycli, dan Bacillus subtilis. S. maltophilia dilaporkan
mampu menimbulkan gejala ice-ice dalam 5 jam pasca infeksi diikuti O. anthropic,
P.aeruginosa [3]. Sumber lain menyebutkan bahwa Flavobacterium
meningosepticum, V. alginoliticus, Pseudomonas cepacia, P. diminuta dan Plesiomonas
shigelloidesy terdeteksi pada penyakit ice-ice pada K. alvarezii [4].
Pada kasus Euchema, dua bakteri
patogen Vibrio-Aeromonas dan Cytophaga-Flavobacterium menunjukkan interaksi bakteri pada rumput
laut. Cytophaga sp 25 menunjukkan aktifitas non motil, dan Vibrio
sp P11 merupakan bakteri yang aktif berenang. Vibrio yang motil ini menyebabkan
lebih mudah menyerang permukaan rumput laut [5]
Hospes
:
Rumput laut jenis Euchema dan Kappaphycus
Epizootiologi:
Pertama
kali penyakit ice-ice ditemukan menginfeksi Euchema di Filipina pada
tahun 1974. Penyakit ini merupakan penyakit dengan tingkat infeksi cukup tinggi
di negara Asia penghasil Euchema [1]. Penyakit ini menyebar di
area budidaya dalam satu minggu dan menyebabkan kerusakan 60-80% dalam 1-2
bulan. Kandungan karagenan pada rumput laut yang terinfeksi akan menurun. Hal
tersebut otomatis akan menimbulkan kerugian bagi pembudidaya [4]. Penyakit ini
bersifat musiman dan menular. Penularan terjadi secara vertikal dari bibit atau
horizontal melalui air [1].
Faktor
pendukung
Penyakit
ini banyak menyerang rumput laut di musim hujan (Oktober-April). Dikatakan juga
bahwa munculnya penyakit ice-ice merupakan efek dari bertambah tuanya rumput
laut dan kurangnya nutrisi. Stres oleh
perubahan lingkungan seperti perubahan salinitas, suhu air, dan intensitas
cahaya merupakan faktor utama pemicu penyakit ice-ice [1]. Faktor lingkungan
yang berada di bawah normal (mengalami penurunan) dapay memicu serangan bakteri.
[5].
Serangan
ikan baronang, penyu hijau, bulu babi, dan bintang laut dapat menyebabkan luka
pada thallus. Luka ini akan memicu infeksi sekunder bakteri. Infeksi akan
diperparah dengan serangan epifit yang menghalangi penetrasi sinar matahari
sehingg thallus tidak dapat melakukan fotosintesis[1].
Gejala
Klinis
Rumput
laut yang terinfeksi ice-ice ditandai dengan timbulnya bintik/ bercak pada
sebagian thallus yang lama kelamaan menjadi kuning pucat dan berakhir menjadi
putih lalu hancur atau rontok. Pertumbuhan melambat, perubahan warna menjadi
pucat lalu busuk merupakan gejala klinis lainnya. Infeksi ice-ice menyerang
bagian pangkal, batang, dan ujung thallus muda yang menyebabkan jaringan
berwarna putih [1].
![]() |
(sumber; Arisandi et al., 2013) |
Patogenesis
Ketika
stres, rumput laut menghasilkan substansi organic yang menyebabkan thallus
berlendir dan diduga merangsang pertumbuhan bakteri. Bakteri yang dapat
terisolasi dari rumput laut dengan gejala ice-ice antara lain Pseudomonas.sp,
Pseudoalteromonas gracilis, dan Vibrio.sp. Agarase (arginase) yang
berasal dari bakteri merupakan faktor virulensi pada penyakit ice-ice [1].
Largo (2002) menyatakan teorinya bahwa vibrio sp P11 menghasilkan enzim
hidrolitik yang melawan karagenan-komonen yang membentuk bagian terbesar sel
matriks interstitial. Kemampuan menghancurkan karagenan ini membuat bakteri
mampu mempenetrasi bagian daam thallus rumput laut. Dengan demikian, ada aktifitas
pelisisan, sel epidermal mulai ‘dimakan’, menghancurkan pigmen yang berkaitan
dengan plastid, dan menunjukkan pemutihan (bleaching) dari bagian yang
terinfeksi. Hal ini memicu hidrolisis thallus secara bertahap dari bagian
korteks hingga medulla dan mengakibatkan nekrosis (kematian jaringan) [5].
Pencegahan
dan Pengendalian
Pencegahan
penyakit ice-ice dapat dilakukan dengan penerapan SOP yang meliputi pemilihan
lokasi budidaya, pemilihan bibit berkualitas, dan penerapan teknologi budidaya
rumput laut. Beberapa persyaratan lokasi budidaya rumput laut antara lain:
·
Suhu 20-28 oC, kecepatan
arus 20-40 cm/detik.
- · Dasar perairan berupa karang dan substrat berpasir .
- · Kedalaman air minimal 2 meter saat air surut terendah dan maksimum 15 meter.
- · Salinitas berkisar 28 - 35 ppt dengan nilai optimum adalah 33 ppt.
- · Kecerahan tinggi, sehingga sinar matahari dapat mencapai rumput laut.
- · Lokasi bebas dari cemaran terutama minyak dan sampah organik.
Metode
budidaya juga harus tepat. Metode rakit, long line, dan pancang sebaiknya
dilakukan bukan pada musim gelombang. Metode kantong dapat diterapkan sepanjang
tahun. Pembersihan kotoran pada thallus dan biofouling dilakukan secara rutin
dengan menggoyangkan di dalam air sampai kotoran lepas [1]. Tehnik lain yang
dapat diterapkan adalah dengan membudidayakan rumput laut jenis E. cottonii
yang resiten terhadap penyakit ice-ice disertai dengan pengendalian melalui
polikultur. Meskipun polikultur cukup berhasil namun metode ini mengakibatkan
pertumbuhan rumput laut lambat akibat persaingan nutrisi. Bentuk kontrol
ice-ice lainnya adalah melalui kontrol biologis dengan porifera Callyspongia
yang menghasilkan produk metabolit kaya antimitotic, sitotoksik, antibacterial,
dan antifungal. [2].
Beberapa
kondisi lingkungan yang dapat membuat bakteri memicu penyakit ice-ice dan
penanganannya menurut Largo (2002) antara lain:
- Jika ada gerakan air
yang lambat di dasar area budidaya. Beberapa patogen, terutama bakteri yang
sangat motil akan mudah menyerang permukaan rumput laut. Arus air yang kuat, selain meningkatkan pertukaran nutrisi juga mencegah
patogen datang dari air sekitarnya dan berkembang di permukaan rumput laut
- Jika dasar area budidaya
dekat sumber air tawar. Akan menurunkan salinitas air laut di bawah normal
dan memicu stress rumput laut. Tempat tersebut tidak cocok untuk budidaya Euchema
sebab, remput laut tersebut membutuhkan salinitas normal antara 33-34ppt.
- Jika suhu air tinggi, terutama bila intensitas cahaya tinggi. Dapat diperbaiki dengan memindah tanaman ke lokasi yang agak dalam, namun tidak terlalu dalam untuk menjaga pertumbuhan. Suhu untuk Euchema adalah 25-31oC.
Referensi
1.
Santoso1,L. dan Nugraha,
Y.T. 2008. Pengendalian penyakit Ice-ice untuk Meningkatkan Produksi Rumput
Laut Indonesia. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 3 No. 2, 2008 : 37 – 43
2. Tokan, M.S, Gufran Darma Dirawan,
Mbing Maria Imakulata. 2014. The Analysis of The Antibacterial Potency of
The Callyspongia Extract and Utilization Possibility as Bioprotector of
Biological Control of The Ice-ice Disease on Seaweed. International Journal
of Development Research Vol. 4, Issue, 11, pp. 2398-2403, November, 2014
3.
Achmad, M., Alimuddin, Utut
Widyastuti, Sukenda, Emma Suryanti, Enang Harris. 2016. Molecular Identification
of New Bacterial Causative 1 Agent of Ice-Ice Disease on Seaweed Kappaphycus
alvarezii. PeerJ Preprints | https://doi.org/10.7287/peerj.preprints.2016v1
| CC-BY 4.0 Open Access
4.
Handayani, T., Alimuddin,
Utut Widyastuti, Emma Suryati, Andi Parenrengi. 2011. Binary Vector
Construction Agrobacterium tumafaciens and Mediate Transformation of Lysozyme
Gene in Seaweed Kappaphycus alvarezii. BIOTROPIA Vol. 21 No. 2, 2014: 80 –
90
5.
Largo, D.B. 2002. Recent
Developments in Seaweed Diseases. SEAFDEC/AQD Institutional Repository
(SAIR) - the official digital repository of scholarly and research information
of the department
No comments:
Post a Comment