-->

atas

    Thursday 20 April 2017

    Fiksasi/ Pengawetan untuk Pemeriksaan Histologi

    Mengapa fiksasi?

    Fiksasi atau pengawetan merupakan proses atau tahapan paling kritis dalam pemeriksaan histologi. Tujuan utama fiksasi adalah untuk mempertahankan struktur sel seperti aslinya. Proses fiksasi ini harus segera dilakukan setelah jaringan di ambil atau setelah hewan mati. Fiksasi akan mematikan sel secara cepat, menghentikan proses degenerasi pasca kematian dan mengawetkan integritas struktur komponen seluler jaringan. Larutan fiksatif bekerja dengan mencegah autolisis dengan menginaktivasi enzim lisosom sehingga struktur baik luar atau dalam sel tetap terjaga. Makromolekul tidak akan mudah larut oleh air atau cairan lain. Fiksatif juga mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur. Beberapa lemak, protein, karbohidrat, dan mineral akan terekstraksi dan larut oleh larutan fiksatif. Proses fiksasi akan mengubah profil antigenik dan kimia protein.

    Syarat larutan fiksatif

    Larutan fiksatif sebaiknya memiliki kemampuan untuk menginkativasi enzim. Tidak menyebabkan jaringan membengkak atau mengerut, dan tidak melarutkan bagian dari jaringan. Larutan fiksatif juga diharapkan mampu memodifikasi jaringan sehingga mampu mempertahankan jaringan dan menyediakan kondisi dapat dilakukan dehidrasi, clearing dan embedding. Tak kalah penting, larutan fiksatif juga mampu membunuh bakteri, jamur, dan virus.
    "Tidak ada larutan fiksatif yang sempurna, meskipun formaldehyde paling mendekati yang terbaik"
    Secara umum, larutan buffer formalin 10% berfungsi sebagai pengawet jaringan. Namun, untuk jaringan tertentu seperti kelenjar adrenal, otak, mata, dan struktur khusus, disarankan menggunakan larutan Bouin’s atau Karnovsky’s. Berdasarkan mekanisme aksinya, ada 5 kelompok larutan fiksatif, aldehida, merkuri, alcohol, agen oksidasi, dan pikrat.

    Aldehida, Formaldehyde  (formalin) dan glutaraldehyde termasuk dalam kelompok ini. Jaringan akan diawetkan melalui ikatan silang yang terbentuk dalam protein. Ikatan ini tidak merusak struktur protein. Buffer digunakan pada larutan ini dengan tujuan mencegah keasaman memicu autolysis dan menyebabkan presipitasi pigmen formolheme dalam jaringan. Glutaraldehyde membentuk struktur alfa helix dan memfiksasi secara cepat sehingga cocok digunakan untuk mikroskop electron, meskipun penetrasinya sangat buruk.

    Merkuri. Proses pengawetan jaringannya tidak diketahui. Larutan ini cukup buruk dan menyebabkan jaringan mengeras. Hanya baik digunakan untuk jaringan hematopoietic dan reticuloendothelial.

    Alkohol. Yang termasuk adalah metil alcohol (methanol) dan etil alcohol (etanol). Larutan ini akan mendenaturasi protein dan tidak direkomendasikan.

    Agen oksidatif . Contohnya adalah permanganate, dikromat, osmium teroxide. Larutan ini mengikat protein namun menyebabkan denaturasi. Sangat jarang digunakan

    Picrat.  Fiksatif yang termasuk kelompok ini adalah asam pikrat seperti larutan Bouin’s. Mekanismenya kurang diketahui. Hampir sebaik merkuri, membuat nukleus detil dan jaringan terlalu keras. Larutan ini membuat semua benda menjadi kuning.

    Faktor yang mempengaruhi proses fiksasi

    Pada proses fiksasi terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain:

    Buffering. Fiksasi paling baik dilakukan pada larutan ber pH netral (6-8). pH  akan menyebabkan jaringan mengalami hypoxia. Oleh karenanya harus ada penyangga untuk mencegah keasaman. Keasaman akan menyebabkan terbentuknya pigmen formalin-heme yang berwarna hitam, polar, dan terdeposit di jaringan. Buffer yang sering digunakan adalah phospat, bikarbonat, cacodylate, dan veronal.

    Penetrasi. Penetrasi larutan dalam jaringan bergantung pada kemampuan berdifusi tiap larutan fiksatif. Formalin dan alcohol dapat berpenetrasi dengan baik, sedangkan yang terburuk adalah glutaraldehyde. Merkuri berada di tengah. Cara untuk mengatasi permasalah ini adalah dengan memotong sampel menjadi bagian kecil (ketebalan 2-3mm) agar larutan mudah masuk.

    Volume. Perbandingan yang umum digunakan untuk fiksasi jaringan adalah 1:10.

    Suhu. Peningkatan suhu seiring reaksi kimia akan mempercepat proses fiksasi. Formalin panas akan memfiksasi lebih cepat.

    Konsentrasi. Konsentrasi fiksatif harus diturunkan hingga kadar terendah agar lebih ekonomis. Formalin umum digunakan 10%, glutaraldehyde dibuat 0,25-4%. Terlalu tinggi konsentrasi akan berdampak pada jaringan dan membentuk artefak.

    Interval waktu.  Hal ini berperan penting , makin cepat sampel diambil diawetkan, makin baik. Artefak akan terbentuk bila kering. Oleh karenanya jaringan jangan dibiarkan kering, tetap disimpan dalam saline. Makin lama jaringan tidak difiksasi organel sel akan hilang dan nukleus mengerut serta akan ada artefak yang terbentuk.


    Larutan fiksatif yang umum digunakan pada histologi


    Formalin paling sering digunakan pada bedah patologi, otopsi, produksi preparat histologi. Formalin dapat digunakan untuk memfiksasi berbagai jaringan termasuk bila kondisi tidak memungkinkan. Satu-satunya kekurangan dari formaldehyde adalah baunya yang menyengat dan dapat menyebabkan irirtasi pada saluran pernafasan dan mata. Pada kulit, larutan ini juga dapat menyebabkan dermatitis. Pada penggunaan formalin, perbandingan 1:20 dan ketebalan 3-4mm disarankan agar penetrasi lebih baik. Disarankan juga menggunakan penyangga dengan pH 7,2-7,4 untuk mencegah sel membengkak atau menyusut.

    Fiksatif Zenker’s direkomendasikan untuk jaringan reticuloendothelial seperti  nodus limfaticus, limpa, timus, sum-sum tulang. Larutan ini memfiksasi dengan baik namun deposit mercuri harus dihilangkan sebelum diwarnai.

    Bouin’s terkadang direkomendasikan untuk testis, saluran cerna, dan jaringan endokrin.LArutan ini juga menggunakan penyangga 1.5-2,0. Fiksasi dilakukan selama 24 jam, bila lebih akan menyebabkan hidrolisis dan kehilangan kestabilan DNA dan RNA.

    Glutaraldehyde kebanyakan digunakan untuk fiksasi jaringan pada mikroskop electron. Larutan ini harus dingin dan terbuffer serta tidak lebih dari 3 bulan. Pada penggunaan glutaraldehyde, larutan harus segar dan ketebalan tidak lebih dari 1mm untuk memaksimalkan proses fiksasi.

    Etanol kebanyakan digunakan pada fiksasi sitologi. Etanol 95% termasuk murah dan cepat. Pada fiksasi  irisan beku (Frozen section) methanol atau etanol dapat digunakan. Saat ini telah banyak larutan yang menggunakan campuran antara akohol, formalin, dan asam asetat serta 10-70% air atau AFA. Dalam AFA, formaldehyde akan bereaksi terhadap protein dan tidak mengganggu karena pH nya yang stabil. Alkohol yang mengandung asam asetat akan menyebabkan pola kromatin nukleus terkoagulasi sehingga membantu mengenali tipe sel.

    Freeze Drying termasuk metode fiksasi?

    Freeze drying kerap disebut sebagai salah satu metode fiksasi. Padahal, hal ini tidaklah tepat. Freeze drying merupakan metode untuk mengawetkan jaringan dengan sedikit perubahan kimia atau struktur sel dimana pada metode prosedur standar dihilangkan yakni dehidrasi dan clearing. Tehnik freeze drying terdiri dari dua tahapan yaitu quenching dan drying.

    Untuk dibaca
    Anil, S. dan Rajendran. 2012. Appendix III: Routine Histotechniques, Staining and Notes on Immunohistochemistry dalam Shafer’s Textbook of Oral Pathology.  Elsevier.

    Aughey, E. dan Frye, F.L. 2001. Comparative Veterinary Histology with Clinical Correlation. Manson Publishing:UK

    Nowacek, J. M. 2010. Chapter 16: Fixation and Tissue Processing dalam Education Guide Special Stains and H & E Second Edition. Dako North America, Carpinteria, California  

    Roberts, R.J (eds). 2012. Fish Pathology. Blackwell Publishing

    Ulmer, D. Fixation : The Key to Good Tissue Preservation


    1 comment:

    1. Bermanfaat banget. Nyariin syarat larutan fiksatif yang baik kemana mana gak dapet, akhirnya ketemu disini. Makasih banget gan

      ReplyDelete