-->

atas

    Sunday 17 March 2024

    Stony Coral Tissue Loss Disease (SCTLD) pada Karang Batu

    Nama lain: -

    Etiologi/ penyebab:
    Belum diketahui, namun diduga kuat merupakan agen yang bersifat infeksius. Bakteri, virus, toksin, cemaran, dan disfungsi metabolik menjadi kemungkinan penyebab dari penyakit ini [1]. Flavobacteriales, Rhodobacterales, dan Rhizobiales diduga berkaitan dengan SCTLD [2]. Meskipun bakteri terlibat, namun belum bisa dipastikan bakteri sebagai penyebab utama atau sekunder [3].

    Hospes :
    Penyakit ini menyerang lebih dari 20 spesies terumbu karang [2]. Colpophyllia natans (boulder brain coral), Dendrogyra cylindrus (pillar coral)*. Dichocoenia stokesii (elliptical star coral), Diploria labyrinthiformis (grooved brain coral), Eusmilia fastigiata (smooth flower coral), Meandrina meandrites (maze coral), Pseudodiploria strigosa (symmetrical brain coral), Pseudodiploria clivosa (knobby brain coral) merupakan spesies yang rentan. Di luar spesies tersebut, masih ada banyak spesies lain yang dapat terinfeksi namun dengan tingkat kerentanan yang lebih rendah [1]. Kebanyakan karang yang terdampak adalah famili Meandrinadae (maze coral) dan subfamily Faviinae (brain coral) [9].

    Stadium rentan : -

    Epizootiologi:

        Penyakit ini merupakan tipe penyakit white plague yang pertama kali dilaporkan di pantai Florida pada tahun 2014 kemudian menyebar ke Karibia barat, The greater Antilles, Kepulauan Bahama, dan Karibia timur [2]. Kematian berlangsung cepat (1 minggu) pada koloni kecil dan hingga 1-2 bulan pada koloni yang lebih besar. Penularan penyakit dapat melalui kontak langsung maupun tak langsung. Perbedaan tingkat penularan bergantung pada seberapa lama penyakit tersebut berlangsung dan perbedaan spesies [1]. Aliran air diduga berperan dalam penyebaran penyakit ini. Agen SCTLD disebarkan pada koloni pertama kali melalui sendimen dari pengerukan [2]. Studi yang dilakukan oleh Studivan et al (2022) menunjukkan bahwa SCTLD dapat menyebar melalui air buangan kapal (ballast water) dan penularan SCTLD cenderung melalui air dibandingkan kontak langsung dengan karang yang sakit [8].
        Pada beberapa spesies karang, prevalensi penyakit ini  mencapai 66-100% per koloni. Namun demikian ada perbedaan perkembangan penyakit dan kematian antar spesies karang yang sensitif. Karang yang terinfeksi akan mengalami kematian dalam hitungan minggu hingga bulan [3]. Tingkat kerugian dari penyakit ini mencapai >50%. Prevalensi dan kecepatan penyakit bergantung pada kepadatan karang, komposis dan kondisi lingkungan, konsentrasi nutrisi, kekeruhan. Suhu yang tinggi tidak berpengaruh secara langsung terhadap prevalensi. Begitu pula dengan kedalaman, zona terumbu, kompleksitas struktur atau kepadatan karang. Area berangin dan umur kawasan laut terlindung berhubungan dengan tingginya prevalensi penyakit. Lokasi yang dekat dengan pembangunan lebih terdampak daripada yang terisolir.  [9]. 

    Siklus Hidup: -

    Faktor pendukung
    Kejadian SCTLD berkaitan erat dengan stress suhu tinggi. Beberapa bakteri yang berkaitan dengan tanah, manusia, pencernaan hewan dapat berkontribusi terhadap SCTLD [2]. Kualitas air dan sedimentasi berpengaruh terhadap tingkat keparahan penyakit [2]

    Gejala Klinis
    Penyakit ini ditandai dengan hilangnya jaringan secara cepat sehinga terlihat tampilan rangka karang yang memutih. Hilangnya jaringan dapat bersifat tunggal ataupun multiple, juga bisa dimulai dari tepi ataupun dasar koloni [3]. Kecepatan hilangnya jaringan berbeda-beda pada tiap spesies, bergantung morfologi dan sebaran lesi [4]. Jaringan yang hilang dapat mencapai kecepatan luasan 40cm2 per hari. Lesi subakut dan kronis ditandai dengan tepi yang memutih. Sedangkan infeksi akut memiliki pigmen jaringan yang normal hingga rangka yang gundul Tampilan lesi antar spesies tidak selalu sama, namun ada pembatas antara jaringan sehat dan rangka yang gundul [4]. Perkembangan penyakit dapat terbagi menjadi 4 kategori, antara lain:

    1. Pre invasi
      Kondisi ini adalah kondisi normal karang [6].
    2. Invasion
      Karang terpapar SCTPLD dalam jangka waktu 1-7 bulan atau <3 bulan. Prevalensinya rendah dan lesinya bersifat akut bagi spesies yang rentan, namun masih dapat menimbulkan kematian.
    3. Outbreak
      Paparan SCTLD 3 bulan hingga 1 tahun. Prevalensinya tinggi dengan lesi akut-kronis. Transisinya cepat di antara komunitas yang belum sakit.
    4. Endemik
      Berlangsung 1-4 tahun. Prevalensinya rendah, dapat bersifat kronis. Spesies yang rentan tidak ada, tutupan karang berkurang dan spesies yang tidak rentan cukup banyak infeksi SCTLD dapat diperparah oleh infeksi sekunder oleh Vibrio coralliilyticus dimana kasus subakut SCTLD yang disertai infeksi sekunder bakteri ini dapat menjadi SCTLD akut. Meskipun demikian tidak semua kasus SCTLD disertai oleh infeksi V. coralliiltycus [12].
    Gb. Bentuk lesi SCTLD dapat berupa linier (A) - Bruckner, atau fokal (B) - L. Jackson, dan Multifokal (C) - FL DEP

    Gb. Gambaran lesi dari SCTLD (pict by. A. Bruckner)

    Perubahan patologi
        Secara makroskopis, SCTLD ditandai dengan hilangnya jaringan secara akut atau subakut dengan area fokal, multifokal, dan difus baik di area basal, perifer, maupun keduanya. Pada kasus tertentu, bagian tepi dari jaringan yang hilang secara kronis memiliki berkas pucat (1-5cm) hingga pigmen normal dari rangka yang gundul. Jaringan yang hilang dimulai dari tepi koloni dan menyebar yang ditandai dengan warna putih yang melekat pada rangkan yang dapat tertutupi oleh alga dalam 3-7 hari. Pada M. cavernosa jaringan yang bersebelahan dengan jaringan yang hilang berubah warna menjadi putih. Sedangkan pada S. sidereal terdapat warna menggelap pada jaringan yang tersisa[1]
        Secara histopatologi, teramati adanya lesi nekrosis lytic pada dinding tubuh basal (basal body wall/BBW) gastrodermis menuju jaringan area mulut (polyps dan coenechyme) [1]. Kerusakan diikuti dengan lesi degenerative seperti hipertrofi mukosit, degradasi dan fragmentasi gastrodermal serta disintegrasi mesoglea [4]. Sejumlah zooxanthellae memperlihatkan piknosis, hipereosinofilia sitoplasma, pembesaran symbiosome dan vakuolasi. Badan inklusi kristalin  polihedral teramati pada BBW gastrodermis baik di permukaan ataupun di tepi lesi yang lisis [1,4]. Terdapat vakuolasi intrasitoplasmik pada gastrodermis, edema mesogleal, dan vakuolasi calicodermis, dengan eksositosis zooxanthellae dan piknosis calicodermis. Struktur seperti mikroorganisme kokus atau kokobasil teramati berkaitan dengan lesi nekrosis lytic, atau pada jaringan sehat dari koloni yang sakit bersama dengan berbagai parasit dan bakteri [4].

    Diagnosa banding
    Beberapa jenis penyakit memiliki kemiripan dengan SCTLD  [1,11] 

    Metode Diagnosa
    Diagnosa SCTLD bersifat komprehensif. Pengamatan tipe lesi (jaringan hilang, perubahan warna, abnormalitas pertumbuhan), pengamatan lingkungan, jenis spesies yang terserang, bentuk lesi (inang, luas lesi, lokasi, margin) penting untuk mengidentifikasi penyakit [12]. Sampel yang diambil meliputi air, sedimen, mucus, jaringan, swab jaringan. Air, sedimen diperiksa untuk mengetahui adanya cemaran mikroba. Mukus diperiksa diversitas mikrobanya. Sedangkan jaringan, dibutuhkan ukuran diamter 1-2,2cm untuk pemeriksaan histopatologi [11].

    Pencegahan dan Pengendalian
    Upaya penanganan SCTLD telah dilakukan banyak pihak. Penanganan disarankan mempriotitaskan koloni besar dengan jaringan sehat yang banyak dan lesi yang sedikit. Lokasi terumbu karang yang merespon positif terhadap treatmen harus didahulukan. Monitoring penting dilakukan untuk deteksi dan penanganan dini [10]. Pengobatan SCTLD dapat dilakukan dengan menggunakan antibiotic. Amoxicillin dan kanamycine efektif menghentikan penyakit ini setelah 8-9 kali pemberian [1]. Pemberian amoxicillin menunjukkan 95% kesembuhan atau perlambatan perkembangan lesi [3]. Amoxicillin dapat diberikan dengan produk berbasis silikon agar antibiotik tidak larut dalam air. Peneliti menggunakan produk “Base 2B” Bersama amoxicillin. Kombinasi ini bekerja lebih baik dibandingkan menggunakan shea butter. Epoksi terklorinasi tidak efektif digunakan dalam tehnik pengobatan untuk SCTLD [7]. Minyak esensial, hydrogen peroksida, chlorinated cocoa butter, dan probiotik pernah dicobakan untuk menangani SCTLD. Penggunaan probiotik, disinfektan (klorin), antiseptic (iodin, H2O2) lebih aman dibandingkan antibiotic [12]. Penggunaan UV untuk penanganan air buangan kapal (ballast water) tidak memperlihatkan keberhasilan dibandingkan menggunakan filtrasi, klorinasi dan ozonasi yang efektif mengurangi resiko SCTBLD melalui air buangan kapal dengan resiko pertumbuhan pathogen Kembali ataupun resistensi UV [8]. Penyelam dapat membantu menurunkan tingkat kejadian SCTLD dengan tidak menyentuh organisme laut dan melakukan sanitasi peralatan sebelum dan setelah menyelam [3]. Kapal-kapal juga harus meminimalisir kontak dengan terumbu kara serta membuang air buangannya di dekat pantai serta menghindari terlalu penuh mengisi bahan bakar agar tidak tercecer di laut [10]. Upaya restorasi populasi karang harus diikuti dengan pengendalian efek perubahan iklim, pengembangan pantai dan penanganan limbah untuk meningkatkan kondisi karang dan ekosistemnya [5].

    Referensi

    1. Anonim. 2018. Case Definition: Stony Coral Tissue Loss Disease (SCTLD). 1-10pp
    2. Estrada-Saldívar N, Quiroga-García BA, Pérez-Cervantes E, Rivera-Garibay OO and Alvarez-Filip L (2021) Effects of the Stony Coral Tissue Loss Disease Outbreak on Coral Communities and the Benthic Composition of Cozumel Reefs. Front. Mar. Sci. 8:632777.
    3. Johnston, M.A. 2021. Strategy for Stony Coral Tissue Loss Disease Prevention and Response at Flower Garden Banks National Marine Sanctuary. National Marine Sanctuaries Conservation Series ONMS-21-06. U.S. Department of Commerce, National Oceanic and Atmospheric Administration, Flower Garden Banks National Marine Sanctuary, Galveston, TX. 30 pp.
    4. Landsberg JH, Kiryu Y, Peters EC, Wilson PW, Perry N, Waters Y, Maxwell KE, Huebner LK and Work TM (2020) Stony Coral Tissue Loss Disease in Florida Is Associated With Disruption of Host–Zooxanthellae Physiology. Front. Mar. Sci. 7:576013. doi:10.3389/fmars.2020.576013
    5. Estrada-Saldívar N, Quiroga-García BA, Pérez-Cervantes E, Rivera-Garibay OO and Alvarez-Filip L (2021) Effects of the Stony Coral Tissue Loss Disease Outbreak on Coral Communities and the Benthic Composition of Cozumel Reefs. Front. Mar. Sci. 8:632777. doi:10.3389/fmars.2021.632777
    6. Doyle, E. and C. O’Sullivan. 2019. Stony Coral Tissue Loss Disease Template Monitoring and Response Action Plan for Caribbean Marine Natural Resource Managers. August, 2019, Key West, Florida.
    7. Shilling, E.N., I.R. Combs, J.D. Voss. 2021. Assessing the effectiveness of two intervention methods for stony coral tissue loss disease on Montastraea cavernosa. Scientific reports
    8. Studivan, M.S., M. Baptist, V. Molina, S. Riley, N. Soderberg, E. Rubin, A. Rossin, D.M. Holstein, M. First, I.C. Enochs. 2022. Transmission of stony coral tissue loss disease (SCTLD) in simulated ballast water conirms the potential for ship‑born spread,. Scientific Reports 12:19248
    9. Alvarez-Filip, L., J. González-Barrios, E. Pérez-Cervantes, A. Molina-Hernández, N. Estrada-Saldívar. 2022. Stony coral tissue loss disease decimated Caribbean coral populations and reshaped reef functionality. COMMUNICATIONS BIOLOGY 5:440
    10. Dutch Carribean Nature Alliance. 2019. Stony Coral Tissue Loss Disease Management Letter for the Dutch Caribbean
    11. Laforest, K. dan C. McLaughlin. 2022. Stony Coral Tissue Loss Disease Surveillance Guidelines for the Indo-Pacific. NOAA Coral Reef Conservation Program. Florida SeaGrant. 24pp.
    12. Greta, A. Stony coral tissue loss disease (SCTLD) identification and treatment method. Part 1: insight into investigation between JNCC and DECR, Turks, and Caicos.

    No comments:

    Post a Comment