-->

atas

    Sunday 24 December 2017

    Infectious Hypodermal and Haematopoietic Necrosis (IHHNV)

    Nama lain:  Runt Deformity Syndrom/ RDS [1,6]; PstDNV (P. stylirostris densovirus)


    Etiologi/ penyebab:  Parvovirus, ssDNA, tidak beramplop[2,4]. PstDNV (P. stylirostris densovirus) memiliki 3 genotipe IHHNV: tipe 1 (dari Amerika dan Asia Timur terutama Filipina); tipe 2 (Asia tenggara); tipe 3a (dari Afrika Timur, India, dan Australia); tipe 3b (dari Indopasifik Barat/ MAdagaskar, Mauritius, dan Tanzania). Tipe 1 dan 2 dikenal menyebabkan RDS pada udang rostris, udang windu dan udang vaname. Tipe 3 a  dan 3b yang dimasukkan pada udang windu tidaklah infeksius [9]

    Hospes hanya pada udang penaeid, P. stylirostris, P. vannamei, P. occidentalis, P. schmitti,  P.californiensis, P. setiferus, P. aztecus, P. duorarum diketahui rentan pada udang di Amerika Latin. Sedangkan Penaeus monodon, P. semisulcatus, P. japonicus dan lainnya rentan di Asia. Virus ini bersifat fatal pada P. stylirostris, udang yang resisten terhadap TSV. Namun demikian kematian massal pada udang rostris sudah berkurang sebab penggunaan strain udang yang resisten IHHNV. Pada udang vaname, penyakit ini bersifat resisten dengan modifikasi tertentu pada praktek budidaya [5]

    Stadium rentan Juvenil dan dewasa [4]. Pada P. stylirostris meskipun larva dan post larva awal tidak sakit, juvenil >35 hari lebih rentan [7]

    Epizootiologi
    Virus ini ditemukan pertama kali pada udang P. vannamei dan P. stylirostris  di Anerika tahun 1981. IHHNV ini telah ada untuk beberapa waktu di Asia tanpa terdeteksi karena dampaknya tidak signifikan pada udang P. monodon.  Studi terkini membuktikan bahwa terdapat variasi geografi isolate IHHNV, dimana Filipina merupakan sumber asal infeksi di Hawai dan selanjutnya di area budidaya di Amerika Latin [5]

    Penyakit ini di Indonesia pertama kali ditemukan pada udang stadia post larva di hatcheri Situbondo bulan Agustus 2003. Satu bulan kemudian virus ini ditemukan menyerang udang vaname pada induk dan pembesaran di tambak. Persentase kejadian IHHNV lebih banyak terjadi di bulan Maret, agustus, dan Desember. Paling banyak kasus IHHNV terdapat pada post larva [1]. Pada udang windu dan vaname penyakit ini tidak menimbulkan kematian [4]. Penularan penyakit ini dapat secara horizontal ataupun vertikal. Larva udang terinfeksi secara horizontal tidak menunjukkan gejala hingga usia di atas 35 hari. Udang yang bertahan dari infeksi bersifat resisten dan bertindak sebagai pembawa [3]. Penularan melalui kanibalisme udang lemah/ hampir mati dapat berlangsung cepat. IHHNV juga dapat ditularkan melalui vector seperti insekta [5]. Mortalitas pada P. stylirostris mencapai >90% dengan kematian bersifat epizootic akut [7]

    Gejala Klinis
    Infeksi IHHNV dapat menyebabkan kekerdilan, perlambatan pertumbuhan udang [1]. Fase akut ditandai dengan pigmentasi biru, belang, letargi, anoreksia [11]. Udang berenang dipermukaan kemudian hilang keseimbangan, berputar, dan tenggelam [3]. Udang dapat tiba-tiba membaik sendiri, namun lemah dan kehilangan nafsu makan. Proses timbul tenggelam terjadi berulang kali hingga udang mati dalam 4-12 jam [8]. Udang yang sekarat berwarna merah kecoklatan atau pink [3]. Udang rostris mengalami hambatan molting, kutikula lunak. Pada udang windu penyakit ini cukup resisten, hanya terjadi RDS, perlambatan pertumbuhan, dan ukuran yang lebih kecil [4]. Infeksi pada telur mengakibatkan kegagalan penetasan [10]


    Gb. IHHNV ditandai dengan rostrum yang membengkok (gb dari bioaqua.vn)
    Pada udang vaname, IHHNV stadium kronis mengakibatkan Runt Deformity Syndrom yang ditandai dengan perubahan bentuk kutikula (rostrum bengkok sebagian), perlambatan pertumbuhan, koversi pakan yang buruk, dan ukuran yang variatif saat panen. Pada larva dan PL gejala klinis tidak begitu terlihat [5]

    Perubahan patologi
    Virus ini berdampak pada ectodermal (syaraf) dan mesodermal (hematopoietic, kelenjar antennal, jantung, gonad, dan hemosit). Badan inklusi eosinofilik intrasitoplasmik terdapat pada fase akut [4]. Badan inklusi ini terdapat di kelenjar antennal, insang, dan ganglion [6]. Virus ini menimbulkan kematian sel kutikula, jaringan hematopoietic, dan jaringan ikat [8].


    Gb. Gambaran Badan Inklusi cowdry type pada infeksi IHHNV (panah)
    (Gb dari library.enaca.org)

    Diagnosa banding
    WSSV [6]

    Metode Diagnosa
    Diagnosa presumtif dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis, sejarah, tingkat mortalitas, perubahan bentuk, nilai CV <30-90% [11]. Diagnosa definitif dilakukan secara histopatologi dan PCR [2,3], TEM, cell culture [4] dot blot [7], bioassay, DNA probe [11]

    Pencegahan dan Pengendalian
    Permasaahan utama dari IHHNV adalah fasilitas eradikasi.  Virus ini sangat resisten terhadap semua disinfektan termasuk klorin, kapur, formalin, dan lainnya baik di tambak maupun hatcheri. Eradikasi total benur dan disinfeksi total fasilitas budidaya serta pelarangan penebaran hewan positif IHHNV direkomendasikan. Penanganan hatcheri dan benur yang baik dapat mencegah timbulnya IHHNV pada fase awal penebaran. Bahkan apabila virus ini menyerang pada fase pembesaran, hanya sedikit dampak IHHNV yang akan muncul sebab telah menggunakan benur bebas virus [5].

    Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan cara:

    ·         Penerapan biosekuriti dengan tambak sirkulasi tertutup
    ·         Screening induk dan benur
    ·         Eradikasi patogen
    ·         Pembatasan zona infeksi dan disinfeksi menggunakan 30ppm kaporit selama 4 hari
    ·         Pengelolaan lingkungan budidaya yang benar
    ·         Pengelolaan pakan dan pemonitoran kesehatan udang berkala    [1]
    ·         Sanitasi peralatan tambak [3]

    Referensi

    [1] Amri, K. dan Iskandar Kanna. 2008. Budidaya Udang Vaname: Secara Intensif, Semi Intensif, dan Tradisional. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

    [2]. Arifin, Z., Handayani, R., Sri Murti Astuti, Noor Fahris. 2010.  Waspadai Penyakit pada Budidaya Ikan dan Udang Air Payau. Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau: Jepara.

    [3].Maskur, Mukti Sri Hastuti, Taukhid, Angela Mariana Lusiastuti, M. Nurzain, Dewi Retno Murdati, Andi Rahman, Trinita Debataraja Simamora. 2012. Buku Saku Pengendalian Penyakit Ikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.

    [4]. Lio-Po. G.D. dan Inui, Y. 2014. Health Management in Aquaculture Second Edition. Southeast Asian Fisheries Development Center, Aquaculture Department.

    5. Briggs, M., Simon Funge-Smith, Rohana Subasinghe, Michael Phillips. 2004. Introductions and movement of Penaeus vannamei and Penaeus stylirostris in Asia and the Pacific. FOOD AND AGRICULTURE ORGANIZATION OF THE UNITED NATIONS REGIONAL OFFICE FOR ASIA AND THE PACIFIC

    6. Raidal, S., Garry Cross, Stan Fenwick, Philip Nicholls, Barbara Nowak, Kevin Ellard, Frances Stephens. 1004. Aquatic Animal Health: Exotic Diseases Training Manual. Murdoch Print: Australia

    7. Reantaso M G., B.,  Mcgladdery S E, Subangsinghe. 2001. Asian Diagnostic Guide to Aquatic Animal Diseases. FAO Fisheries Technical Paper, No. 402, supplement 2. Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), Rome, Italy, 240 pp.

    8. Baticados, M.C.L., E.R. Cruz-Lacierda, M.C. de la Cruz, R.C. Duremdez-Fernandez, R.Q. Gacutan, C.R. Lavilla-Pitogo, G.D. Lio-Po. 1992. Diseases Of Penaeid Shrimps In The Philippines. Aquaculture  Department Southeast Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC) Tigbauan, Iloilo, Philippines

    9. Woo, P.T.K. dan Bruno, D.W (Ed). 2011. Fish Diseases and Disorders, Volume 3: Viral, Bacterial
    and Fungal Infections, 2nd Edition, CABI International

    10. Kurniawan. A. 2012. Penyakit Akuatik.  UBB Press

    11. University of Arizona. 2012. Disease due to Infection Hypodermal and Hematopoietic Necrosis Virus  (IHHNV). Pathology Short Course










    No comments:

    Post a Comment