-->

atas

    Tampilkan postingan dengan label Berak putih. Tampilkan semua postingan
    Tampilkan postingan dengan label Berak putih. Tampilkan semua postingan

    Selasa, 30 Agustus 2016

    White Faeces Disease (WFD) - updated

    Nama lain: Berak Putih, WFD, White Faeces Syndrome (WFS)

    Hospes : udang vaname, namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada udang windu

    Etiologi/ penyebab
    Belum dapat dipastikan, namun beberapa referensi menyebutkan penyakit ini berkaitan erat dengan keberadaan bakteri vibrio, microsporidia (kelompok Enterocytozoo), dan gregarine (Limsuwan, 2014; Fadli, 2014).

    Vibrio Jenis bakteri vibrio yang ditemukan mengikuti kejadian penyakit ini antara lain Vibrio parahaemolyticus, (green colony), V fluvialis (yellow colony), V. vulnificus (green colony), V. mimicus (green colony), V. alginolyticus, V. cholera (non 01) (Limsuwan, 2014), V. damselae (Limsuwan, 2010).

    Gregarine Gregarine merupakan endoparasit yang terdapat pada midgut udang. Gregarine yang ditemukan pada feses udang masuk dalam kelompok Nemaptosis.sp (Limsuwan, 2010). Protozoa ini banyak teramati dalam stadium tropozoit. Siklus hidupnya melibatkan invertebrata: keong, kerang, cacing laut. Kerusakan yang disebabkan oleh gregarine bersifat minor namun jika ada dalam jumlah besar mampu menyebabkan kerusakan tepi lambung dan menjadi perantara infeksi bakteri (Johnson, 1989)


    Minggu, 21 Agustus 2016

    Hepatopankreatic microsporidiasis (HPM)

                         

    Nama lain:  Enterocytozoon hepatopenaei (EHP)

    Hospes : P. monodon, P. vannamei, P.stylirostris [1], P. japonicus,P. meruuiensis [11] . Spesies payau dan laut serta krustasea lainnya rentan terhadap parasit ini [1]. 

     
    Etiologi/ penyebab: Enterocytozoon hepatopenaei, sporanya kecil ( panjang 1µm) [1]. Parasit ini merupakan parasite obligat intraseluler [2]. Karakteristik parasit dan pemberian nama parasit yang berasal dari udang windu dari Thailand ini pada tahun 2009 dilakukan oleh Tourtip [11]

    Epizootiologi          
    Pertama kali kasus microsporidia tak bernama ditemukan pada udang windu P. monodon yang mengalami perlambatan pertumbuhan. Kasus tersebut dilaporkan di Malaysia tahun 1989. Sedangkan di Australia kasus serupa terjadi pada P. japonicus pada tahun 2001. EHP bukanlah patogen eksotik namun lebih bersifat patogen endemik di Australasia [1]. Hasil PCR positif juga terdeteksi pada udang vaname yang dibudidayakan di Indonesia dan India [3]. Di Indonesia, EHP telah terdeteksi pada lokasi budidaya udang vaname seperti di Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara, Lampung, dan sumatera bagian selatan, Bali, Lombok, dan Sulawesi [14]            

    EHP dapat menyebar secara langsung melalui kanibalisme. Penyebaran secara kanibalisme tidak memicu adanya WFS (White faeces Syndrom) meskipun EHP dapat ditemukan pada udang terinfeksi WFS. Kemungkinannya adalah EHP sebagai faktor pemicu timbulnya WFD [1]. Hewan yang terinfeksi dapat melepaskan spora ke lingkungan melalui dekomposisi hewan yang mati, kanibalisme, dll. Sel hepatopankreas dan sel epitel yang terinfeksi secara umum mengalami peluruhan dan hancur dalam sistem pencernaan, mengakibatkan spora dilepaskan bersama feses yang kemudian berdiam selama beberapa saat tergantung kondisi lingkungan [11]. EHP juga dapat dijumpai pada udang yang terinfeksi WSSV [3].        

    Penularan EHP terjadi secara horizontal [3]. Polychaeta dan moluska dapat terdeteksi positif parasite ini, namun tidak diketahui apakah keduanya dapat bertindak sebagai karier. Artemia yang dibekukan juga pernah terdeteksi positif parasite ini [1].  Kepiting dapat menjadi sumber penularan bagi udang [2]. Berbeda dengan microsporidia lain seperti Ameson (Nosema), Agmasoma (=Thelohania) Pleistophora (=Plistophora), penularan EHP tidak membutuhkan hospes intermedier [11].  Hal ini didukung dengan hasil dari studi Tang et al (2016) yang menyatakan bahwa penularan EHP dapat terjadi secara langsung baik melalui per os ataupun kohabitasi.