-->

atas

    Thursday 5 July 2018

    Toksisitas Klorin


    Klorin merupakan bahan kimia yang biasa digunakan sebagai pembunuh kuman (disinfektan) di perusahan-perusahan air minum. Klorin (Cl2) yang berwarna kuning kehijauan memiliki bau menyengat. Pada budidaya, klorin banyak digunakan sebagai disinfeksi peralatan maupun air. Perlakuan klorinasi disebut dengan kaporit [1]. Klorin pada budidaya memiliki aktifitas germisidal yang mampu membasmi bakteri, virus, stadium tropozoit protozoa, kista serta spora Mycobacterium  [2]

    Cl2 + H2O à H2ClO3àCl2 + H2O (Klorin)

    Ketika klorin ditambahkan ke air laut, maka akan tetap dalam bentuk bebas (HOCl atau OCl-), dikominasikan dengan NH4+ dan bahan organic membentuk kloramin dan komponen organoklorin [5]. Pada pH di atas 4, reaksi bergerak ke kanan, sedikit Cl2 yang terbentuk. Asam hipoklorit terbentuk jika pH<6 [6]

    Sifat Kimia  Klorin  [1]
    Klorin tidak stabil di dalam air dan sangat beracun bagi ikan. Reaksi klorin dengan air membentuk asam hipoklorit. Asam hipoklorit tersebut dapat merusak sel-sel protein dan sistem enzim ikan. Tingkat keracunan klorin meningkat pada pH rendah dan temperatur tinggi, karena pada pH rendah kadar asam hipoklorit akan meningkat. Efek racun dari bahan tersebut dapat diperkecil bila residu klorin dalam air dijaga tidak lebih dari 0.003 ppm. Klorin pada konsentrasi 0.2 - 0.3 ppm dapat membunuh ikan dengan cepat [1]


    Senyawa klorin yang berbahaya bagi ikan
    Studi paparan berbagai bentuk senyawa klorin menunjukkan bahwa asam hipoklorit adalah yang paling toksik diikuti dengan dikloramin. Monokloramin dan ion hipoklorit kurang toksik disbanding senyawa yang sebelumnya [2]

    Mekanisme toksikologi
    Klorin bersifat toksik dengan oksidasi ion Fe pada haemoglobin menjadi methemoglobin sehingga darah tidak mampu membawa cukup oksigen dan berdampak pada kematian. Klorin juga dipercaya menghambat enzim (methemoglobin reductase) yang melindungi eritrosit dari kerusakan oksidan [6].

    Gejala klinis
    Ikan yang keracunan klorin akan menunjukkan gejala bergerak kesana kemari dengan cepat, gemetar dan warna menjadi pucat, lesu dan lemah. Klorin dan kloramin secara langsung akan merusak insang sehingga dapat menimbulkan gejala hipoxia, meningkatkan kerja insang dan ikan tampak terengah-engah dipermukaan [1]. Pada ikan yang terpapar dosis subletal akan mengalami letargi dan gangguan pernafasan. Ikan lebih cenderung berada di permukaan sehingga mudah dipredasi oleh ikan lain atau burung [2].  Ikan kehilangan reflex dan memucat [4]

    Patologi
    Pada insang ikan rainbow trout, klorin sebanyak 0,4-0,5mg/L menyebabkan hyperplasia dan hipertrofi disertai sekresu mucus berlebih. Pola bernafas menjadi bradycardia dan hiperventilasi [2]. Kongesti pada lamella primer dan sekunder insang teramati [4].

    Patologi Klinik
    Pemeriksaan darah mengindikasikan penurunan berat badan, eritrosit, leukosit, haemoglobin, dan PCV [4].

    Dosis
    Klorin pada berbagai ikan memiliki kadar toksik antara 0,045-0,278 mg/L Total Residue Chlorine (TRC) (LC50) [2]. Pada ikan rainbow trout LC50 dengan kadar 0,023 mg/l diperoleh pada 96 jam. Dosis TRC yang direkomendasikan untuk ikan air tawar adalah tidak melebihi 0,2mg/L selama 2 jam/hari untuk spesies yang resisten atau 0,04mg/L selama 2 jam/hari untuk ikan trout dan salmon [2]. Pada ikan koi, dosis letal LC50 selama 96 jam adalah 2,4425mg/L dan untuk ikan swordtail adalah 1,375mg/L [4]. Untuk disinfeksi pada ikan zebra, paling aman pada dosis 100ppm pH 8-9 selama 10 menit untuk embrio yang berusia 6 jam pasca fertifilisasi (hpf) dan 5 menit untuk yang berusia 24hpf [3].

    Faktor yang berpengaruh terhadap letalitas ikan
    Total waktu paparan ikan terhadap klorin (frekuensi dan durasi) mempengaruhi letalitas pada ikan. Ikan yang dipapar waktu singkat lebih toleran dibandingkan yang terus menerus [2]. Pada ikan laut, factor lingkungan yang berpengaruh terhadap toksisitas klorin antara lain suhu, waktu paparan, dan bentuk klorin [5].

    Spesies rentan
    Ikan salmon dan shiner kurang toleran terhadap klorin [2]. Embrio ikan zebra yang berumur 6 jam pasca fertilisasi (hpf) lebih resisten dibandingkan yang berusia 24 jam [3]

    Penanganan
    Keracunan klorin dapat diatasi dengan melakukan deklorinasi sebelum air digunakan. Aerasi secara intensif akan menghilangkan pengaruh klorin. Air yang diendapkan selama semalam. Dengan demikian maka gas klorin akan terbebas ke udara. Bahan antiklorin dapat digunakan. Kloramin relatif lebih sulit diatasi hanya oleh natrium tiosulfat saja dibandingkan dengan klorin, karena maskipun gas klorinnya dapat diikat dengan baik, tetapi akan menghasilkan amonia. Air hasil deklorinasi sebaiknya dialirkan melalui instalasi yang mengandung zeolite. Bagi ikan yang terkena racun klorin sebaiknya dipindahkan ke wadah lain [1]

    Referensi

    1. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Paket Keahlian Budidaya Kekerangan: Kesehatan Biota Air. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

    2. Salmon & Trout Conservation. The impact of chlorine and chlorinated compounds in freshwater systems. Literature Review.

    3 Kent, M.L., Buchner, C., Barton, C., Tanguay, R.L. 2014. Toxicity of chlorine to zebrafish embryos. Disease of Aquatic Organisms vol 107: 235-240

    4. El-Bouhy, Z. M.; Saleh, G. A.; El-Nobi, G. Ahmed, Reda, R. M. 2006. Study on The Effect of Chlorine on Health and Growth of Some Ornamental Fishes. Zag. Vet. J. (ISSN. 1110-1458) Vol. 34, No. 2 (2006) PP.164-172

    5. Capuzzo, J.M., Davidson, J.A., Lawrence, S.A., Libni, M. 1977. The Differential Effects of Free and

    Combined Chlorine on Juvenile Marine Fish

    6. Ashley, K.I. 1989. The Use Of Chlorine As A Possible Fish Toxicant. Fisheries project Report no RD.20




    No comments:

    Post a Comment