-->

atas

    Saturday, 26 April 2025

    BACTERIAL KIDNEY DISEASE (BKD) pada ikan salmon

    Nama lain :
    corynebacterial kidney disease, salmonid kidney disease [1]. Kidney disease, Dee’s disease [6], Renibacterium salmoninarum infection [10]

    Etiologi/ penyebab:
    Renibacterium salmoninarum, bakteri gram positif [1]. Bakteri ini berukuran 0,5 x 1 um, non acid fast, non motil, cocobasil, non spora dan optimal tumbuh pada suhu 15oc [4,6]. Bakteri memproduksi katalase dan membutuhkan L-cystein. Kultur dapat berhasil dilakukan setelah beberapa minggu pada media Mueller Hinton dengan tambahan L-cystein hydrochloride [4]. Faktor virulensi dari bakteri ini adalah antigen F atau yang dikenal dengan p57 [9].

    Hospes :
    salmon baik di air tawar maupun laut [1], sebagian dari kelompok Onchorynchus [2], spesies Salvelinus, brown dan rainbow trout, Danube salmon. Spesies non salmon dapat menjadi karier sebagian besar tanpa disertai gejala klinis [3]. Spesies non salmon yang pernah dilaporkan dengan BKD klinis adalah ikan Ayu Plecoglossu altivelis dan pacific hake Merluccius productus [5]. Bakteri ini dapat bertahan di lingkungan hingga 21 hari [11].

    Stadium rentan :
    Penyakit ini dapat terjadi pada ikan dengan berbagai stadia, namun lebih rentan pada ikan berusia 6 bulan atau lebih seperti juvenil dan dewasa [6,7].

    Epizootiologi
    Pertama kali penyakit ini dilaporkan pada ikan salmon atlantik di Skotlandia pada tahun 1930an [4].  Penyakit ini terdapat di Amerika Utara, Jepang, Inggris, Eropa Barat termasuk Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Islandia, Norwegia, Polandia, Italia, Spanyol, Turki, Dan Portugal, Swedia, Turki, dan Yugoslavia. Penularan terjadi secara horizontal dan vertikal [1]. Secara horizontal virus ditularkan melalui air dan feses. Virulensi penyakit ini bervariasi sesuai dengan strain bakteri, spesies salmon yang terinfeksi, dan kondisi lingkungan [2]. Pemberian pakan dengan jeroan yang terkontaminasi tanpa dipasteurisasi meningkatkan resiko terjadinya penyakit ini [6]. Penularan secara vertikal melalui telur yakni dari jaringan ovarium ketika ovulasi [4]. Penularan juga dapat terjadi dari cairan seminalis pejantan ketika terjadi fertilisasi [6]. Penyakit ini merupakan penyakit kronis, serupa dengan mycobacteriosis pada ikan hias [3]. Sekali ikan terinfeksi oleh BKD akan menjadi karier untuk seumur hidupnya [6]. Meskipun bakteri ini dapat ditemukan di air tawar dan laut, ketahanan bakteri di air tawar di luar inang sangat terbatas dan tidak cukup untuk dapat menimbulkan penularan ke ikan lainnya [9]. Kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit ini mencapai 80% pada pacific salmon dan 40% pada atlantic salmon [10],

    Faktor pendukung
    Kematian tertinggi pada penularan secara vertikal terjadi pada suhu 12oC [4]. Kematian tertinggi juga sering terjadi pada musim spring pada suhu 8 dan 14oC [3]. Stress ketika pemindahan salmon dari air tawar ke air laut atau saat pemijahan dapat memicu perkembangan penyakit terutama yang bersifat akut [10].

    Gejala Klinis
    Pada stadium akut, ikan dapat mati danpa disertai gejala klinis. Namun demikian yang paling menciri adalah BKD dengan tipe kronis [6]. Penyakit ini ditandai dengan peningkatan kematian untuk periode yang lama. Eksopthalmia, ascites, disebabkan oleh buruknya osmoregulasi akibat kerusakan ginjal. Kulit menghitam, letargi, anemia, insang pucat, kulit melepuh, hemoragi, cystic cavity pada otot skelet. Beberapa ikan memiliki infeksi lokal daripada sistemik dengan lesi di sekitar mata, otot, atau kulit [1].Ikan dapat kehilangan satu mata dan korneanya berkabut. Sepanjang linea lateralis dapat dijumpai  lepuh berdarah  [3]. Ikan kehilangan kesimbangan dengan perut yang membesar [4]. Pada telur yang tertular secara vertikal, gejala klinis tidak akan muncul hingga ikan berukuran 15cm [3].


    Gb. Ikan salmon yang terinfeksi R. salmoninarum mengalami hemoragi petekie pada ventral tubuh
    (Pict credit to Meyers et al., 2008)

    Gb. Granuloma pada ginjal ikan salmon yang terkena BKD
    (pict credit to Bruno et al., 2010)

    Perubahan patologi
    Secara internal, terdapat lesi granuloma berwarna kelabu/ putih di seluruh organ,terutama ginjal. Pembesaran limpa juga teramati. Bintik-bintik kelabu dapat menunjukkan gejala multiplikasi dan penggabungan sehingga terlihat membengkak dengan bercak-bercak kelabu ireguler [2]. Terdapat indikasi adanya anemia dengan pucatnya berbagai organ dalam. Caeca pylorica berwarna pucat dengan material serupa lemak. Lapisan seperti pseudomembran terlihat menutupi organ dalam. Pada usus, dapat terisi material cair kuning dan bisa mengandung darah. Secara histologi, teramati radang granuloma yang khas dengan nekrosis kaseosa dan infiltrasi sel lymphoid.  Pada stadium awal, hanya terdapat agregat di permukaan limpa dan jaringan pankreatik. Kemudian menjadi nekrosis yang menyebar dengan sel piknosis di elipsoid. Kapsula fibrous terbentuk untuk menjebak bakteri di dalamnya. Pada ginjal terdapat nekrosis fokal dan edema dengan glomerulopathy. Bakteri ini juga dapat ditemukan di insang [4].


    Gb. Granuloma multifokal disertai melanin pada organ ginjal 
    (pict credit to Bruno et al., 2010)

    Patogenesitas
    Bakteri ini mampu menghindari perusakan lisosom dari sel darah yang akan memakan. Hal ini akan mencegah penghancuran oleh mekanisme pertahanan ikan. Penularan melalui pakan dan air laut dapat berdampak pada patogenesitas R. salmoninarum. Kadar infeksi pada indukan dipercaya memiliki kaitan dengan kerentanan pada keturunannya [2].

    Diagnosa banding
    Penyakit proliferative ginjal (PKD), nephrocalsinosis, infeksi bakteri gram negatif lainnya, infeksi jamur yang menimbulkan granuloma pada organ abdomen, mycobacteriosis, Nocardia, Carnobacterium maltaromaticum, Ichtyoponus sp., Erythrocytic inclusion body syndrome virus infection salmon parr dan post smolts [1, 11]. Pada PKD  ginjal tampak membengkak namun tidak berubah warnanya menjadi kelabu. Pada nephrocalsinosis hanya berdampak pada ductus urinarius sehingga tekstur dan warna menjadi seperti porselen [2]. Bakteri ini dapat dibedakan dari mycobacterium sebab oleh sifatnya yang non acid fast [10].

    Metode Diagnosa
    Diagnosa biasanya baru dapat dipastikan pada ikan usia lebih dari satu tahun seiring dengan penyakit yang menjadi kronis. Ikan yang berusia muda namun tidak menunjukkan gejala klinis akan sia-sia jika dilakukan pemeriksaan klinis. Diagnosa dilakukan dengan pengamatan secara makroskopis, histopatologi, kultur bakteri, direct dan indirect FAT, ELISA, PCR. Secara makroskopis ginjal dan organ lain membesar dengan bercak kelabu. Secara histopatologi terdapat granuloma pada ginjal. Bakteri ini terdapat pada potongan ginjal baik dengan smear maupun imprint. Kultur bakteri dilakukan selama 6-19 mingggu pada suhu 15oC. Media isolasi harus mengandung cysteine dan serum seperti KDM2.  Bakteri ini lambat tumbuh baik pada ikan maupun media isolasi [1]. Bakteri, pada pengamatan histologi hanya dapat teramati dengan pewarnaan PAS dan gram [4]. Smear jaringan dapat digunakan untuk pengamatan bakteri pada infeksi berat [10].

    Pencegahan dan Pengendalian
    Bakteri ini termasuk sulit untuk dikendalikan, karena sifatnya yang intraseluler dan dapat ditularkan secara vertikal [3,7]. Belum ada vaksin yang tersedia untuk penyakit ini [1]. HIngga saat ini pengembangan vaksin masih menghadapi berbagai kendala dengan hasil yang tak selalu memuaskan. Novartis dilaporkan mengembangkan vaksin dengan live Arthrobacter spp. Untuk mengendalikan penyakit ini di Kanada [7]. Kemoterapi juga menunjukkan respon yang buruk. Surveilans dan kontrol merupakan strategi terpenting untuk membatasi penyebaran penyakit [1]. Injeksi indukan dengan erythromycine secara regular dapat mencegah penularan vertikal melalui telur [2]. Namun demikian, tidak semua negara dapat menerima penggunaan antibiotik ini [3]. Guna mengurangi patogenesitas BKD, indukan dengan titer BKD tinggi harus dimusnahkan, kepadatan dikurangi, menghindari stress, dan meningkatkan aklimatisasi sebelum diletakkan dari air tawar ke air  laut [2]. Tindakan pengontrolan dapat dilakukan dengan mengontrol anak sungai dari produk dan buangan budidaya, depopulasi, pembersihan dan disinfeksi lokasi budidaya, pengosongan hingga 90 hari sebelum budidaya dimulai, budidaya 1x dalam setahun, pengontrolan kutu air untuk menurunkan penyebaran infeksi [1]. Budidaya pembesaran, harus berhati-hati dengan menggunakan telur dari hatchery yang bebas BKD. Diperlukan juga perlakuan karantina benih hingga ukuran tokolan jika benih berasal dari daerah rawan BKD. Treatmen telur dengan iodofor tidak akan berguna sebab hanya karna mematikan bakteri di permukaan, bukan patogen di bagian dalam dan tidak mencegah infeksi vertikal [3].Disinfeksi air budidaya dengan 0,05mg klorin/L dapat menginaktivasi bakteri dalam 18 detik [8].

    Referensi

    1. Raidal, S., Garry Cross, Stan Fenwick, Philip Nicholls, Barbara Nowak, Kevin Ellard, Frances Stephens. 2004. Aquatic Animal Health: Exotic Diseases Training Manual. Murdoch Print: Australia
    2. Reantaso M G., B., Mcgladdery S E, Subangsinghe. 2001. Asian Diagnostic Guide to Aquatic Animal Diseases. FAO Fisheries Technical Paper, No. 402, supplement 2. Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), Rome, Italy, 240 pp.
    3. Schlotfeldt, H.J. Alderman, D.J. , F Baudin-Laurencin., E.M Bernoth., D.W. Bruno., W. Daelman, E. Lorenzen, K.Thorut. 1995. WHAT Should I Do: A Practical Guide For The Fresh Water Fish Farmer. European Association Of Fish Pathologist
    4. Bruno, D.W., P.A. Noguera, T.T. Poppe. 2010. A Colour Atlas of Salmonid Diseases Second Edition. Springer: London
    5. Eiras, J.C., H. Segner,T. Wahli,B.G. Kappoor (ed). 2008. Fish Diseases Volume 2. Science Publishers:
    6. Meyers, T., Burton, T., Bentz, C., Starkey, N. 2008. Common Disease of Wild and Cultured Fishes in Alaska. Alaska Department of Fish and Game: USA
    7. Yin, L.K (Ed). 2004. Current Trends in the Study of Bacterial and Viral Fish and Shrimp Diseases. World Scientific Publishing : Singapore
    8. Pascho, R.J., Landolt, M.L. and Ongerth, J.E. (1995) Inactivation of Renibacterium salmoninarum by free chlorine. Aquaculture, 131, 165–175.
    9. Woo, P.T.K., D.W. Bruno, L.H. Susan Lim (Ed). 2002. Diseases and Disorders of Finfish in Cage Culture. CABInternational: Wallingford
    10. Noga, E J. 2010. Fish disease : diagnosis and treatment / Second Edition. Blackwell Publishing
    11. Smith, S.A (Ed). 2019. Fish Disease and Medicine. CRC Press: Boca Raton

    No comments:

    Post a Comment